Terima Kasih atas Kunjungannya

Selasa, 03 Mei 2011

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MANDIRI

Pembangunan manusia merupakan sebuah upaya dan poses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki warga negara. Ada banyak pilihan yang dapat menciptakan kehidupan seorang manusia, namun pilihan-pilihan yang paling mendasar dan pada umumnya dibutuhkan oleh setiap warga negara adalah berumur panjang dan sehat, menguasai ilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup layak, serta memiliki kebebasan politik dan jaminan atas hak azasi dan harga diri.

Dalam pembangunan manusia, kita harus mengubah pandangan di kalangan pemerintah dan masyarakat  bahwa guna memperbanyak pilihan-pilihan seperti kesehatan dan pendidikan, bukan merupakan penghamburan uang, melainkan investasi untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi lebih baik dimasa kini dan mendatang.

Pemerintah Indonesia telah menyetujui Milenium Development Goals (MDGs) yang membahas berbagai aspek fundamental pembangunan manusia yang dicanangkan oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pada awal millennium baru.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Internasional Pembangunan Manusia di Kopenhagen (Swedia) tahun 1995, telah menyepakati prinsip-prinsip utama bidang pembangunan manusia yang ditandatangani oleh 117 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.  Indonesia telah mengeluarkan 2 (dua) undang-undang berkaitan dengan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Konvenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Pemerintah telah melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan selama tiga dasawarsa, dan sudah berhasil mengurangi jumlah penduduk  miskin secara signifikan terutama pada masa sebelum krisis ekonomi, namun berubah dengan cepat setelah terjadinya krisis ekonomi. Tingkat kemiskinan yang tinggi setelah adanya krisi ekonomi melanda Indonesia, disebabkan  masyarakat miskin di negara kita masih rentan terhadap perubahan situasi politik, ekonomi, sosial, dan juga bencana alam yang terjadi di beberapa daerah. Kondisi tersebut, memberikan pengalaman kepada bangsa kita, bahwa upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 berjumlah 31,02 juta jiwa atau 13,33 % dari jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 11,01 juta jiwa berada di daerah perkotaan dan sisanya 19,93 juta jiwa di daerah perdesaan.

Pada tahun 2014 pemerintah mentargetkan tingkat kemiskinan terus menurun menjadi 8 – 10 persen, dengan demikian jelas dibutuhkan upaya keras untuk menurunkan tingkat kemiskinan rata-rata minimal 1 (satu) persen setiap tahunnya. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi tanggung jawab  seluruh unsur  masyarakat.

Kemiskinan merupakan permasalahan multi aspek, tidak hanya disebabkan faktor ekonomi saja, tetapi terkait dengan masalah sosial, budaya, politik, dan lainnya. Penanganan kemiskinan tidak hanya dilakukan oleh berbagai kementerian/lembaga, namun juga melibatkan pemangku kepentingan lainnya, yang memang tidak mudah untuk dikoordinasi satu dengan yang lainnya.

Upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan terdahulu difokuskan pada berbagai kebijakan dan program kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan, perluasan kesempatan kerja, bantuan prasarana dan sarana pertanian, bantuan kredit  bagi masyarakat miskin, dan prasarana permukiman kumuh perkotaan.

Pemerintah dalam upayanya menanggulangi kemiskinan dan  mengurangi pengangguran telah mengeluarkan 4 (empat)  kelompok program yaitu program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga, program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil, dan program Murah Untuk Rakyat ( rumah murah, kendaraam umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupa nelayan, peningkatan kehidupan masyarakat terpinggirkan perkotaan).

PNPM Mandiri yang dilaksanakan oleh pemerintah selama ini adalah ditujukan untuk penanganan keterbatasan aspek fisik atau infrastruktur dan perguliran ekonomi pada level komunitas di kawasan perdesaan dan perkotaan.

Tahun ini pemerintah meluncurkan program PNPM Mandiri Peduli, merupakan upaya pemberdayaan individu yang diasingkan atau dikucilkan oleh masyarakat dikarenakan masa lalu mereka, seperti penderita HIV/AIDS, mantan pengguna Narkoba, mantan Waria/PSK, dan semua mereka yang dianggap sebagai “sampah” masyarakat.

PNPM Mandiri Peduli berusaha untuk menjangkau mereka yang kurang di dengar suaranya dan terabaikan, sehingga dapat turut serta berkontribusi terhadap pembangunan sesuai dengan hak-hak kehidupan mereka. PNPM Mandiri Peduli berusaha memulihkan harkat, martabat dan keyakinan mereka yang terabaikan, degan memberikan keterampilan , meningkatkan taraf kehidupan mereka dan membantu mengakses pelayanan dasar.

Mereka yang tergolong dalam program PNPM Mandiri Peduli ini diantaranya adalah anak-anak jalanan, anak yatim piatu, pengemis jalanan, penderita HIV/AIDS, etnis minoritas miskin dan masyarakat adat, penyandang cacat, pemulung, perempuan miskin yang menjadi kepala rumah tangga, orang dewasa dan anak-anak korban trafficking, korban kekerasan rumah tangga masyarakat dan pemuda yang bermasalah dengan hokum, petani gurem, pemuda miskin, nelayan tanpa perahu dan sebagainya.

Senin, 02 Mei 2011

Revitalisasi Pertanian dalam Kerangka Praktis Program P3S LPS

Gagasan Tanpa Aksi sama dengan Nol! Inilah kata-kata ’penyentak’ untuk kita semua agar semangat revitalisasi tidak hanya sekedar jargon. Dan, komitmen untuk mem-praktis-kan wacana revitalisasi telah dilakukan oleh Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa meskipun dalam skala yang masih terbatas. Dalam aksi yang nyata, revitalisasi dengan basis grass root petani miskin dilakukan dengan paket program pemberdayaan petani sehat (P3S).

Program Pemberdayaan Pertanian Sehat (P3S) merupakan aktualisasi lembaga yang selama ini telah konsen pada isu-isu pertanian mulai dari penelitian, pengembangan bisnis pertanian hingga pemberdayaan masyarakat semuanya sebagai bentuk kepeduliaan terhadap pembangunan pertanian dan masyarakat tani secara khusus. Bukan berarti menyaingi peran negara sebagai institusi yang mestinya paling bertanggung jawab terhadap persoalan pertanian, akan tetapi program P3S menjadi langkah ikhtiar untuk membantu proses pengembalian rasa percaya diri petani terhadap sektor yang sangat mulia, yakni sektor pertanian.

Ada tiga isu teknis yang menjadi konsen dalam program pemberdayaan pertanian yang dilakukan LPS Dompet Dhuafa. Tiga isu teknis tersebut antara lain perbaikan taraf hidup petani yang selama ini termarjinalkan, perbaikan ekologi pertanian dengan konsep introduksi dan adopsi teknologi pertanian sehat (ramah lingkungan) dan terakhir pembangunan kelembagaan petani. Pendekatan penyelesaian isu tersebut dilakukan melalui model kegiatan praktis seperti pembinaan dan pelatihan petani, pendampingan dalam penerapan teknologi pertanian ramah lingkungan, pengadaan paket pembiayaan tanpa bunga, pendampingan dalam pengembangan kelembagaan petani dan hal terkait lainnya.

Tantangan Baru terhadap Strategi Pembangunan

Tantangan Baru terhadap strategi pembangunan
pemikiran untuk merumuskan dan melaksanakan strategi pembangunan pertanian Indonesia mengingat tantangan (dan peluang) ke depan lebih kompleks dan saling berkait erat. Pembangunan pertanian Indonesia pada beberapa tahun ke depan masih akan dihadapkan pada beberapa isu mendasar dan tantangan baru yang merupakan dampak dari krisis finansial global, lonjakan harga pangan yang bersamaan dengan lonjakan harga minyak bumi dunia. Sektor pertanian harus menghadapi faktor eksogen yang terkadang datang tiba-tiba, seperti: instabilitas atau fluktuasi harga pangan yang luar biasa tinggi, fenomena perubahan iklim yang mengacaukan ramalan produksi, serta variabilitas cuaca yang semakin tidak bersahabat.
Pada tingkat makro global, posisi negara-negara berkembang yang nota bene memiliki jumlah penduduk lebih besar dari negara-negara maju, masih belum dapat melepaskan diri dari permasalahan struktural dalam sistem produksi dan konsumsi,  ketahanan pangan, kemiskinan, pengangguran, kualitas pendidikan dan lain-lain. Ditambah lagi, saat ini terdapat kecenderungan beberapa negara untuk semakin mementingkan urusan pangan dan pertanian di dalam negerinya sendiri, bahkan dengan menerapkan strategi proteksi yang cenderung berlebihan.
Bagi Indonesia, apa pun tantangannya, strategi pembangunan pertanian dapat dikatakan berhasil apabila mampu berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak semata berorientasi pada peningkatan produksi fisik sekian macam komoditas pertanian, peternakan, dan perikanan. Kriteria keberhasilan itu seharusnya dapat diukur dari perbaikan tingkat pendapat rumah tangga petani (dan pelaku di sektor lain), peningkatan produktivitas tenaga kerja, serta perbaikan indikator makro seperti pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran.
1.  Prioritas Pembangunan Pertanian Pemerintah
Sampai pada kuartal pertama tahun 2011 ini, Pemerintah tekah menyelesaikan empat prioritas penting, yaitu (1) penyusunan peraturan pemerintah tentang usaha pertanian komersial, (2) pencanangan usaha pangan skala luas (food estate), (3) cetak biru peningkatan nilai tambah dan daya saing industri pertanian berbasis pedesaan, dan (4) cetak biru swasembada pangan berkelanjutan.  Berikut ini penjelasan singkat tentang prospek pencapaian dari keempat prioritas pemerintah tersebut.
Dua prioritas pertama sebenarnya lebih bersifat administratif-birokratis sebagai acuan untuk melaksanakan strategi “pengadaan lahan” di atas, yang telah dituangkan dalam suatu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Pertanian Komersial yang merupakan penjabaran dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Pertanian. Masyarakat hanya berharap bahwa pelaksanaan dari PP 18/2010 itu tidak boleh terlalu gegabah mengabaikan agribisnis dan pertanian skala kecil, apalagi jika sampai menggusur.
Dua prioritas terakhir memang lebih banyak bersifat strategis dan akademis, sehingga mensyaratkan kedalaman analisis dan akurasi data yang digunakan. Kesalahan atau kealpaan memperhitungkan dua faktor penting tersebut, juga akan dapat menghasilkan kinerja sektor pertanian yang tidak secerah yang diharapkan. Peningkatan nilai tambah akan jauh lebih bermakna jika disesuaikan dengan proses transformasi dari keunggulan komparatif menuju keunggulan kompetitif. Nilai tambah akan bervisi perbaikan kesejahteraan pelaku dan perbaikan ekonomi bangsa jika strategi yang disusun juga sejalan dengan perbaikan kapasitas pelaku dan peningkatan skala usaha. Strategi baru ini pasti mensyaratkan perbaikan penguasaan teknologi dan informasi pasar.
2. Strategi Swasembada Pangan Berkelanjutan
Strategi swasembada berkelanjutan bagi pangan strategis: beras, jagung, kedelai, gula, dan daging telah mulai menjadi agenda diskusi publik yang menarik. Pencapaian Indonesia dalam peningkatan produksi pangan strategis mungkin perlu diapresiasi, sekalipun masih terdapat kontroversi statistik dan metode penghitungan. Misalnya, angka resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa produksi beras pada 2009 mencapai 62,6 juta ton gabah kering giling atau meningkat 3,71 persen dari 60,3 juta ton produksi tahun 2008. Kecenderungan yang terus meningkat ini tentu sangat diharapkan untuk mendukung pencapaian swasembada berkelanjutan.
Karakter produksi beras yang sangat politis juga perlu menjadi perhatian berbagai pengampu kepentingan, karena sensitivitas komoditas pangan pokok ini terhadap beberapa keputusan politis, gejolak harga, manajemen stok, dan beberapa perubahan yang terlalu radikal. Opsi strategi  peningkatan produksi wajib diteruskan, tidak setengah-setengah atau hanya bertumpu pada strategi perluasan areal panen (pencetakan sawah-sawah baru), tapi perlu bervisi peningkatan produktivitas per satuan lahan dan per satuan tenaga kerja atau dalam konteks peningkatan efisiensi teknis dan ekonomis sesuai dengan karakter setempat.
Produksi jagung tahun 2009 sekitar 17 juta ton, terutama karena peningkatan luas panen di beberapa sentra produksi jagung di Sulawesi dan Sumatera, terutama jagung hibrida yang juga menjadi input industri makanan ternak. Pada tahun 2010 produksi jagung juga masih diperkirakan meningkat, karena penggunaan benih unggul jagung hibrida semakin memasyarakat, dan bahkan cenderung telah menjadi kebutuhan petani.  Di luar musim panen Indonesia harus mengandalkan jagung impor, maka tugas berat pemerintah menjadi lebih berat dalam stabilitas harga jagung. Jika harga jagung domestik tidak
Produksi kedelai tahun 2009 telah mendekati 701 ribu ton biji kering, suatu peningkatan signifikan dibandingkan angka produksi tahun 2008 yang hanya tercatat 590 tibu ton.  Namun demikian, pada tahun 2010, prospek produksi kedelai tetap menghadapi tantangan berat karena faktor internal ekonomi dan kebijakan di dalam negeri sendiri.  Sepanjang produksi dalam negeri masih berada jauh di atas konsumsinya, maka ketergantungan pada kedelai impor akan menjadi bom waktu yang membahayakan. Strategi peningkatan produksi kedelai perlu dilakukan melalui pengembangan benih unggul tahan kering, varietas kedelai dengan galur murni asli Indonesia, seperti kedelai hitam Varietas Cikuray, Mallika, dan lain-lain yang mampu mendukung pengembangan industri pangan, seperti kecap, industri kuliner dan sebagainya.
Jika Pemerintah tetap meneruskan kebijakan liberalisasi perdagangan kedelai dan memberlakukan tarif bea masuk rendah 0 %, maka dampak negatif yang ditimbulkannya adalah ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor yang makin besar. Ketika produksi di dalam negeri telah mampu mendekati tingkat konsumsinya, maka kebijakan proteksi dapat diterapkan, termasuk mengenakan tarif impor tinggi dan/atau kebijakan kuota sebagai implementasi pencadangan usaha untuk kemajuan industri mikro kecil dan koperasi. Hal yang perlu dikedepankan adalah upaya menjunjung tinggi prinsip kemitraan swasta besar, usaha mikro, kecil dan koperasi dalam kerangka persaingan usaha yang sehat.
Produksi gula tahun 2009 mencapai 2,84 juta ton yang masih cukup jauh dari total kebutuhan konsumsi gula di Indonesia yang diperkirakan mencapai 4,85 juta ton. Harga gula dunia yang melambung tinggi pada awal tahun 2010 ini seharusnya menjadi insentif tersendiri bagi pelaku ekonomi di sektor gula untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Keputusan impor gula seharusnya dilandasi taktis-strategis yang jitu agar tidak mengganggu sistem insentif di atas. Manajemen harga gula di dalam negeri sebenarya lebih banyak ditentukan oleh mitra dagang atau importir produsen (IP) untuk mengimpor gula mentah dan status importir terdaftar (IT) dengan 75 persen bahan baku berasal dari tebu petani. Empat BUMN masuk klasifikasi IT adalah: PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI).
3. Langkah ke Depan
Sebagai penutup, pembangunan pertanian juga wajib meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan dan perikanan yang juga mampu menghasilkan devisa dari prioritas ekspor selama ini.  Misalnya, kelapa sawit Indonesia masih akan terus merajai pasar dunia, yang kini memperoleh tantangan baru dalam visi keberlanjutan dan pelestarian lingkungan hidup. Karet, kopi, kakao, dan lada Indonesia juga kan terus mampu menguasai pasar dunia. Komoditas perikanan tangkap dan budidaya seperti ikan tuna, cakalang, dan udang masih akan menjadi andalan ekspor dan perolehan devisa yang dapat menggerakkan perekonomian.
Strategi utama yang wajib dijalankan pada komoditas bernilai ekonomi tinggi tersebut adalah bagaimana caranya agar petani dan nelayan (skala kecil) juga mampu menerima manfaat ekonomis yang besar agar lebih bergairah dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensinya. Di sinilah strategi pemihakan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani menjadi sangat mutlak dan tidak dapat ditawar lagi.
Ke depan, strategi peningkatan produktivitas dan efisiensi itu wajib dikemangkan melalui aplikasi teknologi baru, yang dihasilkan melalui perjalanan panjang penelitian dan pengembangan (R and D), serta penelitian untuk pengembangan (R for D). Dunia usaha dan sektor swasta Indonesia secara umum perlu secara nyata melaksanakan kemitraaan strategis dengan peguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian pangan, yang sebenarnya tersebut di segenap pelosok Indonesia. 

Pembangunan Sosial Dituntut Sesuaikan Karakteristik Masyarakat Lokal

Pembangunan Sosial Dituntut Sesuaikan Karakteristik Masyarakat Lokal

Aparat pemerintah daerah dituntut memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik serta profesional dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah, termasuk yang terpenting dalam hal menyusun perencanaan pembangunan sosial yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat lokal. 

Demikian disampaikan Direktur Pelaksana Pusat Kajian Kebijakan dan Manajemen Pemerintahan- Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PK2MP-UMY), Chandra S. Irawan, Rabu (14/10) di Kampus Terpadu UMY. 

Menurut Chandra, suksesnya penyelenggaraan Otonomi Daerah (Otda) sangat tergantung kesiapan aparat daerah maupun pusat dalam melaksanakan sebuah kebijakan, program, dan kegiatan. “Penyelenggaraan Otda dengan pola desentralistis ini tentunya harus diimbangi dengan kemampuan aparat pemerintah daerah yang berperan sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pembangunan di daerah.
Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya maka kemampuan aparat pemerintah daerah harus ditingkatkan secara terencana dan terukur,” tuturnya.``

Chandra juga memaparkan keberhasilan Otda dapat diukur dari kemampuan para aparat pemerintah daerah dalam membuat desain visi daerah. “Desain visi daerah itulah yang menjadi fondasi bagi penyelenggaraan pemerintah daerah karena di dalam visi tersebut terkandung target yang akan dicapai dalam periode waktu tertentu secara berkelanjutan,” paparnya. Selain itu, diperlukan juga kemampuan untuk menyusun perencanaan pengembangan daerah secara matang, termasuk dalam hal ini menyusun anggaran. 
“Dalam menyusun perencanaan pengembangan daerah, para aparat pemerintah daerah harus membuat kebijakan yang dapat memacu dinamika pembangunan. Namun, yang paling penting diperhatikan adalah perencanaan pembangunan sosial yang dibuat para aparat pemerintah daerah tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat lokal,” tegas Chandra.

Lebih lanjut Chandra menambahkan dengan menyesuaikan karakteristik masyarakat lokal, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dipastikan akan sejalan dengan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat. “Dengan tetap memperhatikan kearifan lokal, maka pembangunan daerah tak akan mereduksi nilai budaya lokal yang telah berkembang dan menjadi bagian dari masyarakat,” tambahnya. 

Adanya kesesuaian karakteristik masyarakat lokal dalam pembangunan daerah, dinilai Chandra, juga tidak akan melunturkan jati diri sebagai bangsa yang kaya akan budaya. “Pembangunan yang tercipta akan memperkuat identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa dengan beragam kebudayaan,” urainya.

Namun, pelaksanaan pembangunan daerah yang menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat lokal pun harus tetap dilakukan dengan profesional dan menciptakan pembangunan yang lebih baik. “Pembangunan dengan memperhatikan karakteristik masyarakat lokal tidak lantas menjadikan pembangunan hanya sekadar asal-asalan, namun juga harus mengikuti perkembangan jaman dan sesuai dengan visi serta misi pemerintah pusat sehingga Indonesia pun tidak tertinggal dengan pembangunan negara lain. Oleh karenanya, dibutuhkan kemampuan aparat pemerintah daerah yang terencana, terstruktur, dan profesional,” imbuh Chandra. 

Dengan meningkatnya kemampuan aparat pemerintah daerah yang terencana dan terukur, diakui Chandra, hal ini akan menghasilkan aparat yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik serta profesional dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. “Aparat yang mampu merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara mandiri pada akhirnya akan dinilai berhasil melaksanakan Otda yang bertujuan mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama,” ungkapnya. 

Disinggung mengenai manfaat PK2MP, Chandra berharap pusat kajian tersebut dapat dimanfaatkan untuk membantu pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam rangka pelaksanaan Otda. “PK2MP ini nantinya akan memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan daerah, melaksanakan kajian, penelitian kebijakan, kegiatan pendidikan, dan pelatihan dalam  upaya meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah, termasuk memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan Otda yang lebih mandiri dan profesional,” tandasnya.

keragaan Persawahan Sumatera Selatan (sawah berkelanjutan)

Hasil pengkajian usahatani tanaman pangan (padi) di Provinsi Sumatera Selatan tanpa memperhitungkan biaya pengadaan infrastruktur di beberapa tipologi lahan oleh BPTP Sumsel menunjukkan bahwa hanya usahatani padi sawah di lahan irigasi dan lahan pasang surut yang dapat memberikan hasil memadai (Tabel 1). Sedang di lahan rawa lebak paling rendah dan di lahan kering berfluktuasi yang tergantung dari intenstas tanam dan kemiringan lereng. Sementara tingkat produksi lahan sawah irigasi tertinggi dan lahan rawa pasang surut terendah. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah dengan target kuantitas hasil di lahan sawah irigasi merupakan sistem usahatani yang cukup baik untuk dikembangkan di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Setyawan dan Warsito (1999) mendapatkan bahwa tanah sawah di Tugu Mulyo, Sumatera Selatan didominasi oleh kaolinit dan masih memiliki kandungan basa-basa dan cadangan hara cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kontruksi pembentukan sawah di Sumatera Selatan akan mudah terbentuk dan daya dukung kesuburan tanah untuk produksi padi sawah cukup tinggi.
 Tabel 1. Analisis sistem usahatani tanaman pangan (padi) di beberapa tipologi lahan Propinsi Sumatera Selatan
 Hasil inventarisasi distribusi dan tingkat produksi beras pada tahun 2003 juga didapatkan bahwa pada kabupaten yang memiliki lahan sawah irigasi mengalami surplus produksi beras (Tabel 2). Surplus beras terjadi di Kabupaten OKU, OKI, MURA, MUBA dan Banyuasin yang sebagian wilayahnya berupa lahan sawah irigasi, sementara kabupaten/kota lainnya mengalami kekurangan (minus). Namun yang menjadi masalah wilayah-wilayah yang mengalami surplus beras ini justru menjadi wilayah kantong-kantong kemiskinan di Sumatera Selatan, seperti OKI dan Banyuasin. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada wilayah sawah irigasi meskipun memiliki tingkat produksi beras tinggi namun belum mampu mensejahterakan masyarakat/petani. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat sistem produksi yang dilakukan masih mengacu pada pola tanam dengan didasarkan pada pola curah hujan, sehingga biaya produksi tinggi dan harga jual produk rendah. Pendayagunaan ketersediaan sumberdaya air irigasi yang tersedia sepanjang tahun di lahan sawah irigasi merupakan potensi daya saing spesifik wilayah (spasial) yang dapat memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan. Sistem produksi padi tanpa mengenal musim merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan. Melalui sistem ini lahan sawah irigasi teknis dapat diatur waktu produksinya dan disebar merata sepanjang tahun untuk seluruh kawasan wilayah irigasi sesuai daya dukung yang ada. Waktu produksi pada saat ditempat lain tidak berproduksi (off season) akan memperoleh harga jual yang lebih baik (premium). Dari gambaran ini menunjukkan bahwa pengembangan sawah irigasi dengan pola tanam berantai merata sepanjang tahun sangat potensial untuk dapat memberikan dukungan yang baik bagi Provinsi Sumatera Selatan sebagai lumbung pangan dan mensejahterakan petani.
1.2  Pembangunan Pertanian melalui Sawah Irigasi Berkelanjutan
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan
kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka
panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup
masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut:
·         Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan untuk mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi, budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan resiko-resiko lingkungan. Adapun caranya dapat melalui;
ü  Penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama atau dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama sp., sebagai musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman.
ü  Menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang berfungsi sebagai pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama.
ü  Menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya menurunkan kebutuhan terhadap fungsida sintetis.
ü  Melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi pertumbuhan hama setiap tahun .
·         Konservasi Lahan
Beberapa metode konservasi lahan termasuk penanaman alur, mengurangi atau tidak melakukan pembajakan lahan, dan pencegahan tanah hilang baik oleh erosi angin maupun erosi air. Kegiatan konservasi lahan dapat meliputi:
ü  Menciptakan jalur-jalur konservasi.
ü  Menggunakan dam penahan erosi.
ü  Melakukan penterasan.
ü  Menggunakan pohon-pohon dan semak untuk menstabilkan tanah.
·         Menjaga Kualitas Air/Lahan Basah
Konservasi dan perlindungan sumberdaya air telah menjadi bagian penting dalam pertanian. Banyak diantara kegiatan-kegiatan pertanian yang telah dilaksanakan tanpa memperhatikan kualitas air. Biasanya lahan basah berperan penting dalam melakukan penyaringan nutrisi (pupuk anoraganik) dan pestisida. Adapun langkah-langkah yang ditujukan untuk menjaga kualitas air, antara lain;
ü  Mengurangi tambahan senyawa kimia sintetis ke dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water table).
ü  Menggunakan irigasi tetes (drip irrigation).
ü  Menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air.
ü  Melakukan penanaman rumput bagi binatang ternak untuk mencegah peningkatan racun akibat aliran air limbah pertanian yang terdapat pada peternakan intensif.
·         Tanaman Pelindung
Penanaman tanaman-tanaman seperti gandum dan semanggi pada akhir musim panen tanaman sayuran atau sereal, dapat menyediakan beberapa manfaat termasuk menekan pertumbuhan gulma (weed), pengendalian erosi, dan meningkatkan nutrisi dan kualitas tanah.

·         Diversifikasi Lahan dan Tanaman
Bertanam dengan memiliki varietas yang cukup banyak di lahan pertanian dapat mengurangi kondisi ekstrim dari cuaca, hama penggangu tanaman, dan harga pasar. Peningkatan diversifikasi tanaman dan jenis tanaman lain seperti pohonpohon dan rumput-rumputan, juga dapat memberikan kontribusi terhadap konservasi lahan, habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga yang bermanfaat. Beberapa langkah kegiatan yang dilakukan;
ü  Menciptakan sarana penyediaan air, yang menciptakan lingkungan bagi katak, burung dan binatang-binatang lainnya yang memakan serangga dan insek.
ü  Menanam tanaman-tanaman yang berbeda untuk meningkatkan pendapatan sepanjang tahun dan meminimalkan pengaruh dari kegagalan menanam sejenis tanaman saja.
·         Pengelolaan Nutrisi Tanaman
Pengelolaan nutrisi tanaman dengan baik dapat meningkatkan kondisi tanah dan melindungi lingkungan tanah. Peningkatan penggunaan sumberdaya nutrisi di lahan pertanian, seperti pupuk kandang dan tanaman kacang-kacangan (leguminosa) sebagai penutup tanah dapat mengurangi biaya pupuk anorganik yang harus dikeluarkan. Beberapa jenis pupuk organik yang bisa digunakan antara lain:
ü  Pengomposan
ü  Penggunaan kascing
ü  Penggunaan Pupuk Hijauan (dedaunan)
ü  Penambahan nutrisi pada tanah dengan emulsi ikan dan rumput laut.
·         Agroforestri (wana tani)
Agroforestri merupakan suatu sistem tata guna lahan yang permanen, dimana tanaman semusim maupun tanaman tahunan ditanam bersama atau dalam rotasi membentuk suatu tajuk yang berlapis, sehingga sangat efektif untuk melindungi tanah dari hempasan air hujan. Sistem ini akan memberikan keuntungan baik secara ekologi maupun ekonomi. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri ini antara lain:
ü  Dapat diperoleh secara berkesinambungan hasil tanaman-tanaman musiman
dan tanaman-tanaman tahunan.
ü  Dapat dicegah terjadinya serangan hama secara total yang sering terjadi pada tanaman satu jenis (monokultur).
ü  Keanekaan jenis tanaman yang terdapat pada sistem agroforestri memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk yang mengisi ruang secara berlapis ke arah vertikal. Adanya struktur stratifikasi tajuk seperti ini dapatmelindungi tanah dari hempasan air hujan, karena energi kinetik air hujan setelah melalui lapisan tajuk yang berlapis-lapis menjadi semakin kecil daripada energi kinetik air hujan yang jatuh bebas.
·         Pemasaran
Petani dan peternak mengakui bahwa meningkatkan pemasaran merupakan suatu langkah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Adapun cara yang dapat dikembangkan antara lain:
ü  Pemasaran langsung melalui surat permintaan, pasar petani, restoran lokal, supermarket, dan kios-kios pasar tradisional.
ü  Menggunakan bisnis usaha kecil produk lokal sebagai bahan mentah makanan olahan.
Keberhasilan pembangunan pertanian terletak pada keberlanjutan pembangunan pertanian itu sendiri. Konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut diterjemahkan ke dalam visi pembangunan pertanian jangka panjang yaitu “Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian” dan diimplementasikan ke dalam tiga program jangka menengah 2005-2009 yaitu (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Peningkatan Nilai Tambah dan Dayasaing Produk Pertanian; dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Oleh karena itu sawah irigasi berkelanjutan dapat memberikan prospek yang lebih menguntungkan, baik secara ekonomi, ekologi, kesehatan dan lain lain sehingga pembangunan pertanian akan lebih mudah untuk direalisasikan.

Potensi persawahan Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan terletak di lereng timur bagian selatan pulau Sumatera antara 1 o - 4 o. LS dan 102 o - 108 o BT dengan luas 9.716.800 ha. Sumberdaya lahan Sumatera Selatan yang berada di lereng sebelah timur deretan pegunungan Bukit Barisan mengarah ke utara membentuk lereng tunggal sampai pada Selat Malaka (Selat Bangka). Arah lereng tunggal ke utara dan berada di lintang selatan memberi peluang pasokan sinar matahari sebagai sumber energi fotosintesa untuk produksi pertanian cukup besar. Selain itu sebagian besar Sumsel beriklim basah (tipe hujan A) dengan curah hujan tahunan >2.000 mm dan bulan kering hanya pada bulan Juli namun masih memiliki curah hujan >50 mm (Gambar 1). Dengan hamparan sumberdaya lahan Sumatera Selatan yang luas dengan arah lereng tunggal dan memiliki curah hujan tinggi tanpa bulan tanpa hujan sangat potensial untuk pengembangan pertanian. Ritung et al. (2004) menyatakan bahwa Sumatera Selatan merupakan wilayah potensial kedua setelah Papua untuk pengembangan sawah dengan luas lahan 1,4 juta ha di dataran rendah dan 0,01 juta ha di dataran tinggi.
Di bagian selatan sebagai lereng atas merupakan daerah perbukitan dengan luas 769.000 ha (7,70%) dan ketinggian >100 m dpl. Lereng tengah sebagian besar berombak sampai berbukit dengan luas 3.107.000 ha mempunyai tinggi tempat 25 - 100 m dpl. Di bagian tengah dengan fisiografi berombak sampai datar banyak terdapat sungai dengan pola aliran sejajar dan berair sepanjang tahun. Pada daerah ini terdapat wilayah persawahan teknis dengan sarana irigasi dari Waduk Upper Komering dan juga beberapa bendung swadana yang dibangun sendiri oleh masyarakat setempat. Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978) menyampaikan bahwa di pantai timur pulau Sumatera memiliki gradien elevasi sungai yang rendah, sehingga aliran air sungai lambat dan sungai-sungai lebih lama menahan air. Saat ini provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan baku irigasi 343.652 ha dengan 285.137 ha sudah dimanfaatkan sebagai lahan persawahan (Dinas PU Pengairan Sumsel, 2000). Sumber air pengairan selain dari bendung yang telah dibangun juga dari saluran irigasi alam yang tersebar cukup banyak dan merata di Sumsel. Pemanfaatan lahan untuk budidaya padi sawah dapat menurunkan tahanan tanah (soil strength) dan memperluas permukaan kontak, sehingga akar tanaman dapat mudah menyerap hara dan tumbuh lebih baik (Ghildyal, 1978). Perlakuan penggenangan pada padi sawah juga akan meningkatkan kelarutan P, sehingga akan tersedia bagi tanaman (Patrick and Reddy, 1978). Penggunaan lahan untuk padi sawah memiliki efektivitas yang tinggi untuk usahatani dan memberikan pendapatan yang baik bagi petani.
Tersedianya sawah di wilayah ini juga dapat berfungsi sebagai pengendali sedimen (sedimen trap), sehingga dapat mencegah pendangkalan badan-badan air dibawahnya. Lahan sawah memiliki multifungsi dalam bentuk mitigasi banjir, mengendalikan erosi dan sedimentasi, pendaur ulang sumberdaya air, mitigasi peningkatan suhu udara, penampung dan pendaur ulang sampah organik, mengurangi kadar nitrat air tanah, detoksifikasi kelebihan unsur hara dan residu pestisida, serta penambat karbon (Agus dan Irawan, 2004). Masalah yang masih dihadapi pada lahan sawah irigasi ini antara lain adalah (1) intensitas pertanaman (IP) masih rendah, (2) pada saat penyiapan lahan dan panen raya yang berlangsung serentak mengalami kekurangan tenaga kerja dan sulit memperoleh saprodi, (3) penggunaan alat mesin pertanian (traktor, RMU, box drier), tenaga kerja maupun infrastruktur tidak efektif, karena dalam 1 tahun hanya digunakan ± 3 bulan saat tanam dan panen, (4) harga jual gabah merosot saat panen raya dan penyediaan benih sangat kurang saat tanam serentak, dan (5) sistem tunda jual hasil padi tidak memberikan nilai tambah yang layak dan bahkan membutuhkan biaya tambahan, karena pemerintah menetapkan harga dasar sebagai penyangga sehingga harga gabah relatif sama.
Mengingat ketersediaan air hujan dan debit air maupun sebaran sungai di Sumsel yang cukup merata, pendekatan dengan sistem panen serentak yang selama ini dilakukan seperti halnya untuk sawah tadah hujan menjadi sangat kurang menguntungkan. Alternatif yang dapat ditempuh dapat dilakukan dengan sistem pertanaman berantai sepanjang waktu. Melalui sistem ini sebaran penggunaan air, curahan tenaga kerja, penggunaan alsintan, dan dukungan infrastruktur dari setiap wilayah kesatuan air irigasi dapat dimanfaatkan secara merata sepanjang waktu. Demikian pula tidak perlu adanya panen raya dan pendekatan jual tunda, dan kepada investor dapat melakukan transaksi setiap saat tanpa adanya kekawatiran terjadinya stagnasi produksi. Efektivitas usahatani menjadi lebih tinggi dan petani akan memperoleh harga jual produk yang baik, utamanya saat terjadinya off season untuk produksi padi di lahan kering ataupun lahan sawah tadah hujan. Untuk itu perlu dilakukan pencetakan sawah irigasi teknis baru di beberapa wilayah lahan kering datar yang memiliki akses air sungai/irigasi untuk dibangun bendung dan saluran irigasi.

pembangunan pertanian (Sawah Irigasi Berkelanjutan)

Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice). Sedangkan irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram (Wikipedia, 2011).
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Valhalla, 2010)
Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR, 1988), “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”.
Pendekatan pertanian berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian, seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan produktivitas tanah. The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, (2) membudidayakan tanaman secara alami, (3) mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, (4) memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, (5) menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem pertanian dan sekitarnya, serta (7) mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan harmonisasai produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat tani adalah sebagai berikut: (1) pengendalian hama terpadu, (2) aplikasi sistem rotasi dan budidaya rumput, (3) konservasi lahan, (4) menjaga kualitas air/lahan basah, (5) aplikasi tanaman pelindung, (6) diversifikasi lahan dan tanaman, (7) pengelolaan nutrisi tanaman, (8) agroforestri (wana tani), (9) manajemen pemasaran, dan (10) audit dan evaluasi manajemen pertanian secara terpadu dan holistik.
Dari pengertian pertanian berkelanjutan dapat disimpulkan sawah irigasi berkelanjutan adalah upaya pengelolaan sawah dengan pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) serta melalui proses produksi yang menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Kamis, 28 April 2011

Inovasi Menuju Pertanian Berdayasaing

Salah satu aspek penting pertanian berdaya saing adalah tingkat produktifitas usaha yang tinggi. Sentuhan inovasi sangat diperlukan dalam menciptakan sistem usaha produktifitas tinggi. Dalam bidang pertanian on farm, produktifitas yang tinggi harus meliputi setidaknya 2 hal, yaitu produktifitas tanaman dan produktifitas lahan. Ketika dua hal ini dapat tercapai, Insya Allah, kegiatan on farm akan profitable (menguntungkan), viable (kenyal) dan sustainable (berkelanjutan). Kedepan kita tidak akan mendengar lagi petani yang membiarkan kubisnya membusuk di kebun karena harga jual tidak sebanding dengan biaya panen.  
 Tomat-Cabai-Bawang daun

Gambar di atas adalah salah satu bentuk inovasi produktifitas yang tinggi. Tentunya hal ini harus didukung oleh pengetahuan dari berbagai aspek seperti :
a. Umur produktif tanaman
b. Fisiologi tanaman (lebih spesifik : ekofisiologi)
c. Morfologi tanaman (sistem tajuk, perakaran, batang, daun, bunga, buah)
d. Nutrisi
e. Mikrobiologi
f. Tanah, dll

Dari pengetahuan tersebut dapat diformulasikan dalam bentuk perencanaan kebun yang presisi, misalnya :
a. Pola tanam dalam jangka waktu terlama kebun masih memberi daya dukung
b. Waktu pengolahan tanah sampai siap tanam
c. Waktu tanaman masing-masing komoditi
d. Waktu pemeliharaan
e. dll.






Apa iTu PertaNian....???

Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan,ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya: cultivation, atau untuk ternak: raising). Namun demikian, pada sejumlah kasus — yang sering dianggap bagian dari pertanian — dapat berarti ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan (bukan agroforestri).
Usaha pertanian memiliki dua ciri penting:
(1) selalu melibatkan barang dalam volume besar dan
(2) proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi.
Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Terkait dengan pertanian, usaha tani (farming) adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budi daya (tumbuhan maupun hewan). Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh “petani tembakau” atau “petani ikan”. Khusus untuk pembudidaya hewan ternak (livestock) disebut sebagai peternak. Ilmuwan serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam perbaikan metode pertanian dan aplikasinya juga dianggap terlibat dalam pertanian.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor – sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Cakupan obyek pertanian yang dianut di Indonesia meliputi budidaya tanaman. Sebagaimana dapat dilihat, penggolongan ini dilakukan berdasarkan objek budidayanya:
  • budidaya tanaman, dengan obyek tumbuhan dan diusahakan pada lahan yang diolah secara intensif,
  • kehutanan, dengan obyek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar,
  • peternakan, dengan obyek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia),
  • perikanan, dengan obyek hewan perairan (ikan, amfibia dan semua non-vertebrata).
Pembagian dalam pendidikan tinggi sedikit banyak mengikuti pembagian ini, meskipun dalam kenyataan suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai objek ini bersama-sama sebagai bentuk efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga dipelajari dalam ilmu-ilmu pertanian.
Dari sudut keilmuan, semua objek pertanian sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sama karena pada dasarnya usaha pertanian adalah kegiatan ekonomi:
  • pengelolaan tempat usaha,
  • pemilihan bibit,
  • metode budidaya,
  • pengumpulan hasil,
  • distribusi,
  • pengolahan dan pengemasan,
  • pemasaran.
Sebagai kegiatan ekonomi, pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamakan agribisnis. Dalam kerangka berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha dan pemilihan bibit (varietas, galur, dan sebagainya) biasa diistilahkan sebagai aspek “hulu” dari pertanian, sementara distribusi, pengolahan, dan pemasaran dimasukkan dalam aspek “hilir”. Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek proses produksi. Semua aspek ini penting dan bagaimana investasi diarahkan ke setiap aspek menjadi pertimbangan strategis.

Rabu, 27 April 2011

keluarga Mahasiswa PKP 2008 (Anak Bungsu)

in Ramayana Hotel, Jogjakarta lagi kerjain laporan
 tanya tanya terus ampe bosan

Permasalahan Umum dalam Pembangunan Desa

Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi atau kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan ini tidak lain karena masyarakat merasa tidak puas dengan keadaan saat ini yang dirasa kurang ideal. Namun demikian perlu disadari bahwa pembangunan adalah sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu melakukan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan masalah utama yang sedang dihadapi.
Berkaitan dengan pembangunan desa maka ada beberapa masalah yang seringkali ditemui diberbagai desa, perlu mendapat perhatian dan segera diantipasi, diantaranya:
a. Terbatasnya ketersediaan sumberdaya manusia yang baik dan profesional;
b. Terbatasnya ketersediaan sumber-sumber pembiayaan yang memadai, baik yang berasal dari kemampuan desa itu sendiri (internal) maupun sumber dana dari luar (eksternal);
c. Belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan secara efektif;
d. Belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas;
e. Kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan rasional.
Beberapa masalah pokok di atas perlu dibenahi terlebih dahulu sebelum masyarakat desa menggunakan sumber daya pembangunan yang ada. Dengan demikian maka penyelesaian terhadap kelima masalah krusial diatas merupakan prasyarat bagi pembangunan desa yang baik.

Selasa, 26 April 2011

Akselerasi Pembangunan Desa dan Kualitas Sumber Daya Manusia

Akselerasi pembangunan desa adalah segala upaya yang dilakukan untuk membuat proses pembangunan di desa lebih cepat, sehingga manfaatnya dapat segera dilaksanakan oleh masyarakat desa tersebut. Percepatan pembangunan tersebut mengandung maksud menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi cepatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di desa. Salah satu unsur penting dalam suksesnya suatu pembangunan adalah adanya kualitas sumber daya manusia yang berkompeten. Dalam upaya menumbuhkan kemandirian masyarakat desa dalam pembangunan filosofinya adalah masyarakat desa menjadi subyek pembangunan dan bukan menjadi obyek pembangunan itu sendiri. Namun, salah satu permasalahan yang masih terjadi dalam pembangunan desa adalah masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di desa tersebut sehingga berpotensi atau dapat menghambat pembangunan yang akan atau sedang dilaksanakan.

Pendidikan selain berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, juga berfungsi untuk menyiapkan masyarakat desa dalam menghadapi perubahan yang akan terjadi sebagai konsekuensi dari adanya pembangunan di desa tersebut. Hal ini sangatlah penting, mengingat adanya pembangunan akan berpotensi atau dapat menyebabkan terjadinya perombakan sosial-kultural dalam masyarakat. Jika masyarakat tidak siap, pembangunan justru dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak terkendali, misalnya semakin merebaknya budaya konsumtif di masyarakat.

Dalam Human Capital Theory dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi keterampilan dan pengetahuan. Dengan semakin tinggi keterampilan dan pengetahuan maka semakin tinggi tingkat produktivitas. Dengan adanya keterampilan dan pengetahuan yang tinggi maka mendorong tingginya tingkat pendapatan. Hal ini menandakan bahwa kualitas sumber daya manusia memegang peranan penting dalam sukses atau tidaknya suatu pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini dapat dicapai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan juga dapat membebaskan manusia dari belengg.

Senin, 25 April 2011

Pembangunan Desa dari Modernisasi ke Liberalisasi

Desa di Indonesia masih saja menjadi obyek pembangunan hingga lahan pasar bagi modal. Ia adalah faktor penting tetapi terabaikan dan seringkali semata dijadikan obyek perlakuan ujicoba kebijakan pemerintah sebagaimana dapat terlihat dari program-program pembangunan yang diterapkan untuk masyarakat desa.

Modernisasi dalam kadar tertentu baik dan telah terbukti membawa kehidupan masyarakat kedalam taraf peradaban yang lebih cocok dengan konteks jaman saat ini. Akan tetapi pengatasnamaan modernisasi untuk menggolkan proyek pembangunan tanpa memikirkan kearifan masyarakat yang dimiliki desa juga bukan perilaku kebijakan yang tepat.

Pencangkokan model lembaga-lembaga baru yang seringkali dijadikan ukuran kemajuan suatu desa dalam program-program pemerintah terbukti membawa persoalan baru di masyarakat desa. Model dan gaya-gaya pembangunan masyarakat pedesaan yang top down dan memprioritaskan bagi-bagi bantuan (charity) telah membawa dampak tersendiri bagi rusaknya struktur desa, terutama struktur produksi dan struktur kearifan lokal yang dimiliki. Semakin lama masayarakat desa berhitung segala sesuatu dari nilai transaksi keuangan yang menciptakan ketergantungan. Riset yang dilakukan di desa-desa di Sleman dan Kulonprogo Yogyakarta oleh penulis: Tarli Nugroho ini memiliki jangkauan yang nation wide. Spektrumnya menjangkau realitas yang dialami pedesaan lain (atau yang sejenis) di Indonesia. Buku yang di editori Amiddanal Khusna ini cukup singkat, padat, sistematis dan cukup mampu memberikan gambaran kondisi yang dialami desa-desa di Indonesia.

Desa seharusnya tetap menjadi pusat produksi primer seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan. bantuan-bantuan yang masuk ke desa dalam jumlah yang tidak sedikit itu sendiri pada dasarnya merupakan bentuk proses monetisasi (embrio dari kekuasaan uang) atau masuknya struktur modal ke desa dan menguasai sendi-sendi perekonomian serta struktur ketahanan asli yang dimiliki desa itu sendiri.

Pasca di berlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah di Indonesia, banyak proyek peng-obyek-an desa yang terjadi. Program-program yang ada dengan kekuatan modal besar yang dimiliki dan membiayai program pembangunan desa oleh negara masih melakukan peng-obyek-an desa. Modal telah merembes ke desa, telah menguasai dan melemahkan struktur ketahanan alami yang dimiliki oleh desa.

Memajukan desa memang betul merupakan niat yang baik, namun upaya untuk menjaga dan melestarikan desa yang memiliki daya tahan bagus, dimana terpenuhi hak-hak ekonomi, sosial, poloitik dan kebudayaannya tetap merupakan hal terbaik yang mesti dikerjakan dan diwujudkan. Buku kritis ini sangat direkomendasikan bagi anda para pengambil kebijakan, mahasiswa, aktivis, pers, NGO, juga 'wong ndeso' yang menginginkan keadilan dan kemakmuran merata dalam menghadapi tantangan global yang hadir saat ini.

Danau Merah Di Kota Pagaralam


Warga Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, Sabtu (4/12/2010), menemukan danau yang permukaan airnya berwarna merah dengan luas 6 hektar di perbatasan Provinsi Bengkulu atau sekitar bukit Raje Mandare.
Keberadaan danau ini juga baru dapat dijangkau dalam waktu sekitar dua hari dengan berjalan kaki melewati kawasan hutan dan bukit Rimbacandi, Kelurahan Candi Jaya, Kecamatan Dempo Selatan.
"Kami bersama rombongan 21 orang, termasuk dua paranormal, melakukan ekspedisi di kawasan Rimbacandi dengan menelusuri tebing, hutan, dan perbukitan selama dua hari baru sampai di lokasi danau merah tersebut," kata Asmidi, warga setempat, di Pagar Alam.
Letak danau itu di sekitar perbukitan Raje Mandare, di perbatasan antara Kota Pagar Alam dan Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, yang terkenal dengan banyak simpanan sejumlah peninggalan bersejarah, termasuk candi.
Menurut dia, di daerah itu memang banyak hal yang aneh bisa ditemukan. Bukan hanya ada danau dengan air berwarna merah, melainkan juga ada lokasi yang menimbulkan aroma pandan bila malam hari.
"Namun anehnya, meskipun dilihat dari permukaan berwarna merah, tapi ketika air diambil menggunakan tangan dan diangkat ke permukaan, justru warnanya seperti biasa, bening dan jernih," kata dia.
Selain danau merah, di hutan Raje Mandare yang penuh keanehan itu juga ada sejumlah satwa raksasa. Misalnya, kelabang dengan lebar 30 cm dan panjangnya 50 cm, burung raksasa, dan kerbau yang telinganya ada sarang lebahnya.